Tania
memandang wajahnya di depan cermin. Ia terlihat cantik malam ini. Dengan kebaya
emas dan sanggul yang dipenuhi bunga melati. Rasanya ia mirip seorang putri. Tania
memang cantik, tubuhnya sangat aduhai, pria manapun yang melihatnya pasti ingin
meminangnya. Tapi Tania tidaklah mudah ditaklukkan.
Adalah
Rudi, pria yang merasa beruntung bisa meyakinkan Tania untuk menerima
lamarannya. Rudi merasa selama ini ketakutan Tania akan pernikahan karena ia
pernah disakiti seseorang. Rudi menunjukan kesungguhan hatinya dengan
memperlakukan Tania dengan penuh kasih sayang. Pada akhirnya Tania pun luluh
dan merasa Rudi adalah pria tepat yang bisa menerima dia apa adanya.
Ini
adalah malam pertama mereka. Rudi telah menantikan malam ini begitu lama. Pada
akhirnya ia bisa memiliki Tania seutuhnya. Ia membayangkan malam ini akan
menjadi malam yang sangat syahdu untuk mereka berdua.
Rudi
menggendong Tania ke atas ranjang pengantin yang telah dihias sangat indah.
Mereka rebah di kasur yang dipenuhi kelopak mawar merah merekah. Mereka saling
memandang sebelum bibir-bibir akhirnya saling berpagutan. Ada desah dan peluh
yang mulai membasah. Rudi melihat surga di dada Tania yang membuncah tanpa
sehelai benang pun. Ia siap menabur benih di ladang cintanya. Tapi tiba-tiba
Tania melepaskan pelukan. Wajahnya menjadi pucat pasi.
“Ada
apa sayang?” tanya Rudi keheranan.
Tania
malah menjawabnya dengan tangis. Rudi makin bingung. Ia tak mengerti kenapa di
malam yang seharusnya penuh kebahagiaan Tania malah menangis seperti ketakutan.
“Apakah
kau mencintaiku dengan sungguh-sungguh?” tanya Tania diantara isaknya.
“Tentu
saja sayang, kenapa kau ragu?”
“Meskipun
aku tak sempurna?” tanya Tania pelan.
Pertanyaan
Tania membuat Rudi makin bingung. Apa yang membuat Tania jadi tidak percaya
diri. Dia begitu cantik, tubuhnya mulus tanpa cela. Buat Rudi dia begitu
sempurna. Rudi berpikir keras, hingga ia menarik sebuah kesimpulan.
“Apakah
kau sudah tidak perawan, sayang?” tanya Rudi hati-hati.
Tangis
Tania makin kencang, tubuhnya seperti terguncang. Rudi mengerti inilah rupanya
yang membuat Tania takut untuk menikah. Ia begitu mencintai istrinya. Buat Rudi
masalah keperawanan hanyalah hal kecil yang tak perlu dibesar-besarkan. Rudi
memeluk Tania erat.
“Sayang,
jangan takut, aku menerimamu apa adanya.”
“Benarkah
sayang?” tanya Tania penasaran.
“Tentu
saja, kekuranganmu tidak akan menghilangkan cintaku.”
“Meskipun
aku seorang waria, sayang?”
Pelukannya
terlepas, Rudi terdiam dengan wajah yang entah.
(AM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar