SELAMAT MENYELAMI HATI

Rebah,rapuh,terbang,apung, apa saja...

kuingin segala itu hadir dan tidak sia-sia,

seperti hadirnya kita tanpa sua.



SELAMAT MENYELAMI HATI

Jumat, 07 September 2012

Antara aku dan rindu




Aku menghitung pertemuan dari tiap waktumu yang tersisa. Karena jarak yang terbentang membuat kita jadi lebih pandai matematika. Dari ribuan kilometer yang terentang, ada doa-doa yang kusematkan untukmu. Setiap jam, setiap menit, setiap detik, hingga aku lelah dan tertidur dalam buaian rindu.

Saat malam tiba, aku harus bersabar menanti fajar. Gelap, begitu menyiksaku dengan nyanyian sunyi dan belati sepi. Tapi pagi dan secangkir kopi ternyata lebih menyiksa, karena hanya bisa kunikmati sendiri. Lalu matahari, membawa kerinduan lebih cepat dan menyengat. Tak ada yang bisa membuatku terlepas dari siksaan ini selain pelukan darimu yang paling hangat. Namun aku selalu kalah; jarak dan waktu memelukmu lebih erat.

“Berterima kasihlah pada jarak dan waktu, karena dari merekalah kita belajar memeluk rindu,”katamu waktu itu.

“Tapi ini menyiksaku,”ujarku lirih.

“Bersabarlah sedikit, ini kulakukan demi untukmu.”

Aku selalu kehilangan kata-kata tiap kali kau katakan demi aku, demi kita, demi masa depan yang penuh angan-angan.  

“Aku hanya takut jutaan jarum jam bisa mengikis cintamu lalu melayang dan hilang. Aku hanya tak ingin ribuan jarak mencipta praduga hingga kita tak lagi saling percaya. Aku hanya tak ingin kehilanganmu, itu saja!”

“Sudahlah sayang, jangan terlalu khawatir. Aku takkan memilihmu jika aku tak cinta. Tapi dari awal kau sudah tahu keadaanku, Aku hanya tak ingin terjadi masalah.”

“Iya, aku mengerti. Aku pun tak ingin ada yang terluka.”

“Hmmm…sayang, ibunya anak-anak sudah bangun, nanti ku telepon lagi saat aku sampai kantor, ok byee!”ujarmu buru-buru, lalu tut…tut…tut.

Kau sudah mengakhiri pembicaraan. Aku bahkan belum sempat mengucapkan salam dan memberikan kecupan. Ah, aku terkadang lupa. Selain jarak dan waktu masih ada Rindu, istrimu yang membuatku cemburu dan  tak bisa sepenuhnya memelukmu. Kau seperti bintang begitu indah namun begitu jauh dan sulit untuk kumiliki.

(AM)

#30HariLagukuBercerita
*Terinspirasi dari lagu Dancing On My Own-Pixie Lott Feat GD&TOP
 

Kamis, 06 September 2012

Bye



Kau tertunduk dalam kebisuan saat kita duduk berhadapan. Hampir dua puluh enam bulan kita berpisah kau masih saja terlihat tampan untukku. Tak ada yang berubah selain wajahmu kini di tumbuhi bulu-bulu halus yang justru makin membuatmu kelihatan manis.

Dua tahun kebersamaan kita harus berakhir saat kau memilih menerima pernikahan yang diatur orang tuamu. Saat itu aku hanya bisa menerima tanpa berkata-kata apa-apa. Hatiku hancur, butuh waktu setahun untuk aku melupakan segala tentang kita.

Tiba-tiba kau hadir kembali. Di kita biasa menghabiskan masa-masa bahagia kita akhirnya kita bertemu kembali.

“Apa kabar Aldi?” tanyaku membuka percakapan.

“Aku rindu padamu,” jawabmu gugup.

Aku hanya bisa membalasmu dengan senyum. Terlalu banyak cerita yang telah kita lewati. Tapi semua itu telah kukubur dalam masa lalu.

“Apakah kau tak rindu aku, sudahkah kau melupakanku?” tanyamu penuh rasa penasaran.

“Aku pernah merindukanmu tapi sekarang tidak lagi,” jawabku singkat.

“Tapi aku tak pernah berhenti melupakanmu, sayang.”

“Aku tak ingin mengingatmu lagi.”

“Kenapa? Apa kau masih membenciku karena meninggalkanmu,” tanyamu putus asa.

“Bukan Aldi, karena saat ini aku sudah mempunyai istri. Kau hanya bagian masa lalu yang harus kulupakan. Aku tak mau keluargaku tahu bahwa aku pernah mencintai seorang pria.” Jawabku terus terang. Lalu segera meninggalkannya. Meninggalkan masa laluku yang hitam.

(AM)


 

Selasa, 04 September 2012

Yes baby, love is blind



Di dada kirimu saja bukan yang kanan. Bukan untukku bersandar, tapi untuk kurapatkan telinga. Aku ingin mendengar degup jantungmu. Sungguh, aku enggan menjauh, dari hati di balik dada itu.

Kata-kata itu berulang kali bermain di kepalaku. Sepotong kalimat kau hembuskan bersama hela napasmu yang sangat berjarak. Suaramu berbisik, mengelitik imaji untuk menari. Bagaikan mantra yang menyeruak, merasuk ke dalam dada, lalu kau menjadi candu yang  membuatku rindu.

Saat langit melukiskan cinta pada senja, kita bercinta dengan kata-kata. Mencumbui jiwa tanpa sua, hanya lewat suara yang kuyakini berasal dari surga. Dan kurasa aku mulai gila Karena, pada kamar sempit tempat biasa kubersembunyi bersama kesunyian, menjadi penuh sesak dalam kegaduhan. Kau isi tiap sudut-sudut  ruang ini dengan parasmu yang ku ukir tanpa batas. “Ah, apakah ini pertanda bahwa cinta mulai meretas?”

Menerjemahkanmu bagai menemukan dunia yang baru, dunia yang selama ini kuhindari. Aku mulai ketakutan. Keberanianku berlarian, tapi aku tak menemukan jalan untuk melarikan diri dari pelukan hangat jiwamu. Kau seperti mempunyai kompas untuk mencari dan menuntunku kembali.

********

“Apakah mungkin kita saling mencinta?” tanyaku, di suatu malam merah jambu.

“Kenapa tidak?”

“Kita belum pernah bertemu, kau belum melihatku begitupun aku.”

“Apakah kau takut perasaanmu berubah saat kau melihatku?”

“Tidak, aku justru takut kau yang berubah saat melihatku.”

Dan kau malah tertawa. Tawamu yang renyah makin membuatku resah. Hatiku enggan terluka. Telah banyak duka yang kulewati hingga aku jadi pengecut dalam cinta.

“Apakah kau takut terluka?” tanyamu tiba-tiba seakan membaca apa yang kurasa.

“Aku hanya tak ingin kau kecewa.”

“Kenapa?”

“Karena Aku tidak sempurna.”

Dan kau terdiam cukup lama. Membuatku makin menderita dalam praduga. Sekejap, rasanya aku ingin merengkuhmu lewat hela udara sebelum pena hati ini terpatah tanpa sempat meyeka peluh merindu. Tapi tidak, aku hanya menunggu, hingga suaramu kembali bergema di telingaku.

“Apa kau menginginkan aku yang sempurna?” tanyamu dengan suara yang sedikit berbeda.

“Tidak, tentu saja tidak!”

“Lalu, untuk apa kau jadi sempurna jika akupun tidak?”

Kali ini aku terdiam. Kupandangi paras yang memantul dari cermin di hadapanku. Tak ada yang berubah tetap sama. Hanya ibuku yang mengatakan aku tampan yang lain memandangku mengerikan bahkan cermin pun berkata demikian. Aku bahkan tak berani memandang matahari apalagi memandangmu. Aku takut kau kecewa lalu meninggalkanku dalam luka. “Maaf jika aku jadi pengecut. Ketika hadirmu menghiasi sepi malam, jiwa ini belum jua merasa pantas.” Aku memilih lari dan bersembunyi.


********


Pada mata tertutup aku ingin melihat bukan jasad, bukan nama, namun hati di balik dadamu yang setia mendengar, berbicara pada jiwa terkasih dan ini sungguh indah.

Lagi, anak panah kata-katamu telah menembus tepat ke jantungku. Membuatku tak berdaya untuk terus bersembunyi. Sejauh mana kuberlari secepat itu pun kau menemukan jejakku untuk menarikku kembali. Aku menyerah pada cinta yang kau sebarkan lewat udara.

Lalu aku di sini. Di suatu senja yang kita janjikan bersama. Bertemu untuk pertama kalinya. Membutuhkan keberanian seribu orang prajurit yang rela mati di medan perang untuk bisa berhadapan denganmu. Tak habis kuhapus gemuruh ombak dalam dadaku saat kulihat wujudmu yang selama ini hanya tercipta dalam angan.

Kau duduk diam di situ dan menunggu. Kepalamu yang sedikit menunduk membuat rambutmu tergerai dari bahu. Kau terlihat teramat indah, bahkan terlalu indah untukku. Aku jadi sedikit ragu. Keberanianku melayang pergi, ketakutanku semakin menjadi. Seribu prajurit tak lagi mampu membunuh jiwa pengecut yang menguasai diriku. Aku memilih menyerah sebelum berperang. “Ah, ternyata jatuh cinta bisa begitu menakutkan.”

Namun kau masih saja duduk di situ hingga senja beranjak pergi. Setia menanti diriku yang lebih takut patah hati dari pada mati. Kau begitu setia pada janji, pada kita. Kau jadi semakin indah teramat indah. Jiwamu memancarkan keindahan yang menarikku semakin dekat kepadamu. Hingga tanpa aku sadari aku telah berdiri tepat di hadapanmu.

“Rara? Dirimu Rara bukan?” sapaku terbata.

“Maaf, aku telah membuatmu menunggu,” lanjutku.

Kau sedikit tersentak dengan sapaku yang tiba-tiba. Namun kau masih saja menunduk. Tubuhmu sedikit gemetar, sepertinya kau sama gugupnya dengan diriku. Aku jadi khawatir kau akan berlari saat melihatku. Tiba-tiba kau berdiri, lalu mengulurkan tanganmu.

“Hai Faisal, aku Rara dan aku buta, tapi aku punya cinta,” sapamu tiba-tiba yang mengejutkanku.

“Apakah kau kecewa karena ternyata aku tidak sempurna?”

Tanyamu membangunkanku dari keterpanaan yang membuatku sempat terpaku diam tanpa kata. Aku tersadar, seharusnya itu jadi pertanyaan yang kutanyakan padamu juga. Kecemasanku lalu menguap, karena kutahu kau takkan berubah. Cinta memang telah dikirim untukku langsung dari surga.

“Ahh..Ajaib, bagaimana Tuhan menciptakan cinta diantara kita, dua orang yang tak sempurna untuk saling menyempurnakan satu sama lain.” jawabku sambil menggandeng tanganmu.

“Yes baby, coz love is blind,” ujarmu dan kita pun tertawa menyambut datangnya cinta.
  
Ketika kamu aku melebur menjadi SATU dan hanya waktu yang mungkin bisa memahami apa yang sedang terjadi. Apa yang sedang kurasa, apa yang sedang kau rasa adalah cinta yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata

(AM)

Terinspirasi dari lagu Dewa-Mistikus Cinta

 

Sabtu, 01 September 2012

Kenangan



 
Engkau masih terdiam, menyusuri jalan-jalan di depan dengan matamu. Anak-anak rambutmu menari bersama angin yang menyeruak masuk dari kaca mobil yang sengaja kau buka. Tepat 1460 hari, 5 jam, 48 menit, 45,1814 detik kita telah merangkai sebuah kenangan dalam ingatan. Dan kita merayakannya dalam diam, dengan seribu tanya yang terus berkecamuk dalam hatiku, “Masihkah kau ingat tentang cinta?Tentang kita? Tentang Aku?”

Musim berganti terlalu cepat, secepat kenangan yang berguguran dalam ingatan. Empat tahun yang lalu kita dipertemukan takdir. Seribu alasan membuatku terikat padamu, setiap gerak tubuhmu adalah cinta bahkan diammu pun membuatku rindu. Seperti saat ini, diammu membuatku menunggu dalam kecemasan, “Masih adakah yang tertinggal dalam kenangan?”

Hujan membawa kenangan luruh ke pangkuan. Setahun yang lalu di tempat yang sama, kita terdiam menyambut luka. Kau terus menatap wajahku dengan embun di matamu. Senyummu menghilang ditelan awan kelabu yang menggelayut manja di pundakmu.

“Apa yang kau lihat sayang?” tanyaku memecah kebekuan.

“Wajahmu, aku ingin melukisnya dalam ingatan. Aku tak ingin melupakanmu,” jawabmu dengan suara tertahan.

“Aku akan menjadi ingatan yang mengingatkanmu saat kau terlupa, sayang.”

Tanganku menggenggam erat jemarimu yang dingin. Badanmu bergetar saat airmata luruh bagai musim penghujan yang datang tiba-tiba. Isakmu tenggelam dalam pelukan. Kita merayakan musim cinta dengan airmata.

Kau masih cantik meski terlihat dingin dalam kediaman yang beku. Matamu masih lurus ke depan hanya sesekali melirik ke arahku dengan tatapan penuh tanya. Tak ada lagi pelukan hangat, kecupan-kecupan mesra dan ciuman-ciuman liar yang membuat tubuh kita diselimuti peluh. Tak ada lagi suara manjamu memanggil namaku saat pendakian cinta kita telah mencapai puncaknya. Saat ini, tubuh kita hanya sedepa namun terpisah jarak ribuan tahun cahaya dalam ingatan.  

Mataku mulai basah. Genangan-genangan rindu di pelupuk tak lagi mampu kutahan. Semua mengalir deras, membasahi pipi yang dulu selalu kau kecup dengan penuh kehangatan.

“Mengapa ada hujan di matamu?”

“Karena aku rindu. Merindukan senyummu yang berpelangi.”

 Dan kau pun tersenyum. Tubuhku tersentak, seakan terbangun dari mimpi buruk yang panjang. Baru saja tadi aku melihatmu tersenyum penuh cinta. Cinta yang serupa pertama jumpa. Lalu waktu, seakan berhenti bergerak dalam sesaat. “Ingatlah aku sayang, ingatlah aku, sekali lagi saja.”

Hanya sekejap, bunga-bunga tidurku mendadak lenyap. Kau menatapku dengan penuh kebingungan. Seakan seribu pertanyaan menyerbu benakmu. Raut wajahmu menyiratkan kecemasan, hingga akhirnya kau bertanya,

“Maaf, siapa tadi namamu?”

Kosong, hanya desah yang lirih dan nyaris tenggelam dalam kesunyian yang bisa kujawab. Baru satu tahun yang lalu kita menangisi vonis dokter. Rupanya, Alzheimer sialan itu telah menyapu bersih tiap sudut-sudut ruang ingatanmu hingga tak lagi tersisa satupun kenangan. Meninggalkan diriku tanpa sebuah kata ataupun ciuman perpisahan.

Gerimis tak pernah habis membasuh jalan-jalan luka yang kita tinggalkan. Lampu-lampu jalan terlewati satu persatu hingga cahayanya redup ditelan jarak. Kenangan yang terserak di jalan ini takkan lagi mampu mengembalikan kita, meski dalam angan. Dan aku, hanya akan menjadi ingatan yang terlupakan.

 (AM)


#30HariLagukuBercerita 
Terinspirasi dari lagu Adele-Don't You Remember