SELAMAT MENYELAMI HATI

Rebah,rapuh,terbang,apung, apa saja...

kuingin segala itu hadir dan tidak sia-sia,

seperti hadirnya kita tanpa sua.



SELAMAT MENYELAMI HATI

Selasa, 14 Desember 2010

Ikhlas untuk Lara

          Ikhlas, nama itu tertera pada gelang plastik berwarna biru yang melekat di pergelangan tangannya. Bayi laki-laki itu terlihat lemah dan tak berdaya, hanya sesekali bergerak untuk menandakan  bahwa ia masih hidup. Dan Lara memandangnya dalam-dalam dengan tatapan yang entah, mata Lara diselimuti ribuan kaca yang hampir pecah, ia masih tak percaya melihat bukti kehidupan yang benar nyata .
         Wajah Ikhlas mirip sekali dengan Rian suaminya, bahkan saat bayi itu membuka mata, Lara hampir tersentak dengan tatapannya, tatapan itu sama dengan tatapan  milik Rian, tatapan mata yang teduh, tatapan yang membuatnya jatuh cinta dan kini terluka.
         Selama sepuluh tahun lebih tatapan itu mengiringi langkah hidup Lara, jatuh cinta dan mengarungi bahtera badai rumah tangga, tatapan itu tak pernah berubah, tetap sama, teduh. Lara ingat pertama kali bertemu dengan Rian, wajahnya begitu tenang dengan tatapan wajah yang tajam, tapi saat di kenalkan kepadanya tatapan mata Rian langsung berubah tak lagi tajam namun mampu menghujam tepat ke hatinya.
          Rian bukan orang yang banyak bicara namun tatapannya  mampu bicara banyak kata dengan penuh cinta. Dulu lewat matanya Lara bisa memahami perubahan di hati Rian, namun kini Lara tak lagi yakin apakah mata teduh itu bicara jujur. Karena kini hatinya telah hancur.
         Lamunan Lara terurai oleh tangis Ikhlas yang tiba-tiba, lengkingan tangis itu merobek-robek tiap sisi hati yang tengah terluka. Tangisan itu pernah jadi impian Lara dan Rian, tersimpan dalam lipatan doa yang ia bisikan di malam-malam buta. Setiap malam, ranjang, mereka jadikan ladang harapan. Namun  benih yang ditabur,  kembali luruh menjadi serpihan-serpihan kecewa yang terus berulang.
         Tangis Lara penuh luka, saat kenyataan harus diterima.  Ia takkan pernah merasakan jadi wanita seutuhnya. Namun Rian meneduhkan hatinya  dengan ketenangan penuh cinta,  merengkuh Lara dalam pelukannya.
“Lara, kamu tetaplah wanita meski tak bisa melahirkan."
"Selamanya, hanya kaulah yang kucinta, aku takkan pernah meninggalkanmu Lara.”
Tapi itu bohong, itu dusta!! Rian kini pergi, meninggalkan Lara untuk selamanya.
         Lara tak pernah mengira lambaian tangan Rian di hari Minggu yang cerah itu, menjadi lambaian terakhir untuknya. Rian pergi tiba-tiba setelah mendapatkan telepon dari seseorang, masih ada senyum di bibirnya meski terbaca gelisah. “Nanti aku jelaskan, tunggu aku kembali sayang,” sebelum mobilnya berlalu dengan tergesa.
          Tapi Rian tak pernah kembali, Lara yang menemukannya pada sebuah ruangan gawat darurat. Kemeja putihnya berubah jadi merah bersimbah darah, wajahnya memucat, airmata menghiasi matanya.
“Lara,” suara lirih Rian memanggilnya.
Lara masih diam terpaku, kakinya terasa mati tak lagi mampu ia gerakan, otaknya  berfikir keras benarkah ini suaminya.
“Lara,” Rian kembali memanggil dengan suara makin melemah.
Lara tersadar  tangisnya pecah menggema ke penjuru sudut ruangan.
         Dia tak mampu berkata, hanya bisa terisak dan menggenggam tangan suaminya dengan hati-hati.
“Lara, maafkan aku.” 
Suaminya meminta maaf dengan napas yang tersisa. Tapi untuk apa bahkan Lara tak mengerti.
 “Sayang, Ikhlas itu untukmu,” ucap Rian dengan terbata.
Lara makin tak mengerti apa yang sebenarnya Rian ucapkan. Belum lagi Lara mampu mencerna kata-kata Rian seorang dokter datang membawa sebuah kabar.
“Bayi bapak selamat, tapi maaf ibunya sudah meninggal ketika dibawa ke sini,” wajah dokter itu menjadi pias, seputih jaket yang ia kenakan.
         Lara mematung, serupa stupa batu di dalam candi yang dingin dan pilu. Tangisnya terhenti, otaknya terus mencerna apa yang dikatakan dokter tadi. Sedikit demi sedikit potongan kalimat itu menjadi sebuah rangkaian kata PENGHIANATAN.  Dadanya penuh sesak, rongga udara seakan mengecil hingga membuatnya sulit bernapas.  
         Tangan Rian yang masih ia genggam meremasnya pelan.
“Lara, maafkan aku”. 
Sepertinya hanya itu yang bisa Rian katakan. Tapi kenapa? Itu menjadi pertanyaan yang tak pernah  Lara tanyakan, karena sebenarnya Lara tahu jawabannya. Rian menginginkan anak dan Lara tak bisa memberikan itu.
         Napas Rian makin payah, selang oksigen yang ada di hidungnya seperti tak mampu lagi membuat Rian bernapas, napasnya makin tersengal. Lara tercekat kondisi Rian yang begitu mengkhawatirkan membuatnya terlupa tentang pengkhianatan.
         Lara panik detak jantung Rian melemah, ia hendak memanggil dokter tapi tangan Rian memegangnya erat, Rian menggeleng lemah,
“tak ada waktu lagi, Lara,”  Rian mencegahnya beranjak, napasnya makin berat matanya kian tak terarah.
“Jangan tinggalkan aku sendiri. “
Lara terisak napasnya ikut sesak. Napas Rian yang satu-satu membuat tubuhnya bergetar.
“Lara,namanya Ikhlas,” ucap Rian pelan.
         Lalu semua tenang, napasnya berhenti begitu juga detak jantungnya sunyi. Hanya isak tangis Lara makin menghujan. Entah apa yang membuatnya  sangat sakit, kehilangan suami yang sangat ia cintai atau mengetahui penghianatan suaminya. Yang pasti pengkhianatan itu kini terkubur bersama tubuh tanpa ruh.
         Hingga hari ketujuh sejak kepergian Rian, airmatanya tak pernah kering. Tak ada yang ia perdulikan selain berdiam diri dan menangisi rasa sakitnya. Tentang anak itu Lara tak bisa menerima, baginya sebuah anak yang lahir dari pengkhianatan cinta Rian  tidak mungkin bisa mengurusnya.
         Ikhlas adalah bencana bagi Lara. Keinginan Rian memiliki Ikhlas malah menggiringnya pada maut, dan  membuatnya kehilangan suami yang ia cintai. Lara tak bergeming meski suara Rian yang terakhir seakan menggema di sudut hatinya.
         Lara menangis hingga lelah dan tertidur di sudut ranjangnya yang dingin. Ia bertemu suaminya di alam tanpa batas saat semuanya mungkin terjadi dan itulah mimpi. Lara tersenyum rasa rindunya pada Rian tak lagi mampu terbendung. Namun wajah Rian begitu sedih, ia menunduk dengan mata yang basah.
“Lara, bukan salah Ikhlas, ini salahku sayang,” Senyum Lara langsung hilang saat nama itu disebut.
“Tapi aku kehilanganmu karena anak itu,” ujar Lara mulai terisak.
“Dan dia kehilangan ayah ibunya saat dilahirkan,” Rian berkata dengan lembut.
“Lara, Ikhlas tidak pernah minta dilahirkan. Apalagi bisa memilih dari benih dan rahim siapa dia hadir.” Lara terdiam, rinai di matanya tak mau berhenti, kepalanya menggeleng-geleng lemah.
         Rian membelai lembut pipi Lara, matanya yang teduh memandang Lara dalam-dalam.
”Sayang, maafkan aku membuatmu begitu terluka."
"keinginan mempunyai anak membuatku jadi begitu egois dan tak berfikir panjang. Aku hanya ingin memiliki anak yang mengaliri darahku"
"tapi, cintaku padamu tak pernah berubah”, ujar Rian pelan penuh dengan cinta. 
“Lara, Ikhlas itu untukmu"
"Dia mengaliri darahku, ia akan menggantikanku untuk menjagamu"
"Tuhan mempertemukan kalian berdua karena saling membutuhkan, kau bisa jadi ibu dari anakku seperti impian kita, dan Ikhlas mendapatkan ibu yang paling baik untuknya, ini rencana Tuhan Lara” suara Rian makin menjauh dan menjauh pelukan Lara semakin hampa akhirnya hilang, lalu Lara terbangun.
         Lara masih memandangi Ikhlas yang sedang menangis. Dia datang melihat Ikhlas, mencoba berdamai dengan kepedihan. Mimpi itu menyadarkannya, Ikhlas hanyalah korban seperti juga dirinya.
“Ibu, mau mencoba menggendong?”  tanya seorang perawat mengagetkannya.
         Lara tersentak mundur, dirinya belum merasa siap untuk sedekat itu dengan Ikhlas, hatinya masih mencerna sisa-sisa luka. Belum sempat ia menolak, perawat itu sudah meletak Ikhlas ditangannya. Jantungnya berdetak kencang, hatinya terasa tak karuan. Tangis Ikhlas terhenti seketika, matanya memandang Lara lalu tiba-tiba selarik senyum menghiasi bibir Ikhlas, senyuman yang sama milik Rian. Semua luka meluruh, senyuman itu seakan penawar dari semua racun yang selama ini mengendap dalam tubuh. Lidahnya terasa begitu manis dan kristal-kristal kaca di matanya pecah jadi buliran airmata bahagia.
         Dirinya begitu terharu seperti ada semangat baru saat Ikhlas tersenyum padanya. Lara mendekap Ikhlas erat, degup jantungnya menyatu dengan degup jantung Ikhlas. Tangan Ikhlas bergerak-gerak menyentuh rambut dan pipinya. Lara takjub dengan keajaiban rasa ini, Ikhlas mampu membuatnya tersenyum.
         Rian benar, Ikhlas memang untuknya. Lara tak perlu melahirkan untuk jadi seorang ibu, karena menjadi ibu bukan hanya melahirkan, mengurus, membesarkan dan memberikannya kasih sayang dengan ikhlas adalah juga tugas seorang ibu, dan Lara punya semua itu.  Mereka akan saling menyembuhkan luka, Lara punya cinta untuk Ikhlas, karena Ikhlas untuk Lara.


(AM)

 

Rabu, 08 Desember 2010

SIMFONI KEMATIAN HATI




terkoyak langit
kesabaranku
dicabikcabik irama membakar
luka udara
memercik darah pada batu
tanpa warna dan kepedihan
nada gemuruh
 mengalun lemparkanku
pada jurang curam lebam
sulut api jiwaku
mendesiskan alamat-alamat
sungai yang mengusung kematian
aku terkapar
menanti
terkubur
pada duka abadi



(AM)


Rabu, 01 Desember 2010

PAKAIAN KESOMBONGAN

CATATAN HATI:
                           Pakaian Kesombongan



Kesombongan adalah salah satu penyakit hati dari orang-orang yang merasa dirinya “paling”. Paling cantik, paling cerdas, paling kaya, padahal kata “paling” tidak akan pernah akan ada habisnya, karena diatas langit selalu masih ada langit hingga akhir langit menuju kepada yang  PALING.

Saat pakaian kesombongan digunakan, maka cara pandang kita kepada orang lain cenderung menghina dan merendahkan, disadari atau tidak pakaian kesombongan akan menimbun kita dalam lorong menuju pintu neraka karena doadoa orang yang merasa sakit hati dan terdzolimin pasti di ijabah.

Saat seseorang berkata “aku selalu membantu dengan tulus dan ikhlas tapi tolong lakukan yang sama untukku” maka otomatis ke-ikhlasan dan ketulusannya akan gugur, karena ketulusan dan keikhlasan tidak mengharapkan apapun, justru dengan mengungkapkan segala hal yang kita pernah lakukan untuk orang lain secara langsung juga kita mengatakan kesombongan diri kita, apalagi jika kita merasa setiap orang yang kita bantu mempunyai hutang budi yang harus dibayar dengan segala bentuk penghormatan pada diri kita, semua hal di dunia ini tidak ada satupun yang milik kita, hanya pinjaman dan titipan, jika ada sebagian rejeki orang lain yang dititipkan Allah melalui kita tandanya bukan diri kita yang berjasa pada mereka tapi itu semua atas kehendak Allah.

Jika dirimu merasa bahwa ; atas apa yang telah kuberikan maka dirimu harus tunduk kepadaku, bahwa aku boleh sesuka hatiku mengatakan apapun kepadamu, aku boleh menyakiti hatimu, aku boleh menghinamu, aku boleh menginjak-injak harga dirimu, maka bersiap-siaplah karena atas apa-apa yang kau punya adalah milik Allah maka Allah berhak untuk melakukan apapun atas dirimu, Karena Allah paling membenci orang yang sombong.

Padahal kalau mau bercermin, apa sih yang kau punya??
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadist  “Di dalam tubuhmu ada segumpal daging, yang apabila ia baik, maka akan baik pula jasadmu, dan apabila dia buruk, maka akan buruk pula jasadmu (Moral), segumpal daging itu adalah Hati.”

Aku bintang paling tinggi diangkasa
Namun,
Di langit kulihat langit
Lalu aku kerdil
Aku kecil
Aku hanya sementara

Kamis, 18 November 2010

SENJA ITU PANGGILANMU YANG TERAKHIR




Ini akhir ku, menunggu eksekusi mati. Bukan di tiang gantungan atau pun kursi listrik, tapi dari benda besar yang mirip binatang purba, meraung-raung siap meluluhlantak tubuh renta dan tak terurus. Tak ada yang protes atau menangisi vonis ini, aku benar-benar sendirian.
Satu-satunya sahabatku Cempaka, telah menyerah pada alam. Kemarin, petir dan hujan membantu menyudahi deritanya. Usia senja membuat tubuhnya mengering, seperti pesakitan menunggu ajal. Kini, dia terbaring kaku di sampingku.
Senja itu, delapan tahun yang lalu.  Jejak langkah anak-anak yang akan mengaji meramaikan perkampungan ini, wajah-wajah cerah mereka bermain syahdu bersama semilir angin surga yang menghembus dan menyentuh dedaunan, hingga jingga matahari tersisa di ufuk barat. Suasana masa itu menimbulkan nuansa luar biasa etik dan estetik, ditambah dengan lautan ilmu yang diselami para pemuda di malam hari seakan mengalir jernih.
Malam selalu kunantikan, aroma nafas alam menyatu dengan desah nafas  perempuan tua-perempuan tua yang berdzikir dengan genggaman biji tasbih usang,  para pemuda mengaji  menggunakan kitab yang kertasnya  menguning. Kedamaian makin terasa,  saat sepertiga malam mereka bermunajat dengan dua sujud. Duh, betapa aroma surga mengisi ruang-ruangku!
Setiap tahun beranjak dari waktunya, kehidupan mulai berubah. Kampung ini kehilangan napas,  gedung-gedung pencakar langit  seakan berlomba tumbuh,  paru-paru kota dihabisi, beruntung Cempaka masih setia meneduhkanku, meski kutau usianya mungkin tak lama lagi, karena dipaksa menjilati polusi dan limbah pabrik.
Gema  adzan kini tergantikan suara bising mesin-mesin yang tak berirama, tak ada lagi kesyahduan malam dengan bait-bait kitab suci, mereka terbuai lezatnya dunia modern, nuansa religius telah dighaibkan dari kehidupan, ilmu dunia lebih memikat meski tak tentu dalilnya, inilah era gombalisasi terbalut globalisasi.  
Tiga bulan sebelum hari ini adalah awal dari segalanya,  semua warga berkumpul, para pemegang kekuasaan kampung jadi orang-orang yang bertanggung jawab dengan keadaan yang makin berkembang. Yah kampung ini akan digusur, rencananya tanah di sini akan dibangun sebuah apartemen dan mall, sekali lagi semua bisa dibeli, yang tak punya uang silahkan gigit jari. Marah, menolak dan berontak  bagi sebagian orang itu hanya menghabiskan tenaga dan sia-sia, jadi semua setuju dalam tiga bulan ini semua harus selesai, begitu juga aku.
Setiap hari adalah siksaan. Menghitung mundur waktu seperti berkejaran dengan malaikat maut dan kita takkan pernah menang. Dari jam ke jam, menit ke menit, hingga detik berdetak pada titik penghabisan dan semua selesai. Sampai  giliranku saat matahari mulai beranjak ke peraduan dan senja yang tinggal tersisa, tiba-tiba raungan itu berhenti dan seseorang berteriak “Kenapa berhenti? ini sudah hampir Maghrib lebih baik kita selesaikan, sekarang tinggal satu lagi nih!” Orang yang diteriaki tadi berada di depanku, menatap dengan padangan simpati, bibirnya berkata ”Justru karena mau Maghrib sedangkan ini…” tanpa mampu menyelesaikan kata-kata hanya tangannya yang sedikit lunglai menujuk kearahku. “Memang kenapa dengan ini, sekarang atau besok sama saja kan? Semua harus selesai sesuai perintah, ayolah cepat! Ingat anak istri di rumah, mau makan apa? Kita kan hanya di bayar” sahut temannya. Laki-laki itu masih menatapku, namun akhirnya membalik badan dan berjalan kearah dimana hatinya tak bisa memilih.
Sayup-sayup suara panggilanMu terdengar, entah dari mana. Ya Rabb begitu syahdunya panggilanMu ini! Raungan itu memecah kesyahduan dengan tibatiba, semakin dekat dan semakin memekakan telinga, yah inilah waktuku, tak akan terdengar lagi suara adzan sang muadzin atau irama gemericik air saat orangorang mengambil wudhu, semua itu akan selesai senja ini dan aku hanya akan menjadi puingpuing yang mungkin tak terkenang karena aku, hanyalah surau tua yang telah lama ditinggalkan.



(AM) 

Sabtu, 13 November 2010

Tebing Waktu

berapa usia? 
saat matahari menciumku
perjalanan yang tak sampai pada hujan
percakapan dinding, sunyi jadi rintihan
kuhitung ulang sudutsudut tak kasat mata
diantara pucuk, ranting, batang dan batukarang

pada tebing waktu, kutancapkan asa
mendaki, merangkak, berlari dan berjalan
hingga batu pun berbisik pada angin;
"waktunya tak banyak lagi
tiap hari berkurang satu"
 

(AM)

Jumat, 05 November 2010

Bukan Cinta

Cinta bukan bayangan
diantara tangisan
dan kenangan

Cinta itu
kau dan aku

tapi tak pernah ada kita
maka ini bukan cinta

Jika cinta buta
kita akan nyata




(AM) 




 

 

Senin, 01 November 2010

Renunganku

CATATAN HATI:
            Renunganku 



Ketika kumohon kekuatan
Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi kuat

Ketika kumohon kebijaksanaan
Allah memberiku masalah untuk kupecahkan

Ketika kumohon kesejahteraan
Allah memberiku akal untuk berfikir

Ketika kumohon keberanian
Allah memberiku kondisi bahaya untuk kuatasi

Ketika kumohon sebuah cinta
Allah memberiku kehilangan agar aku menghargai hidup

Ketika kumohon bantuan 
Allah memberiku kesempatan

Tidak semua yang kuminta bisa kudapatkan
tapi aku mendapatkan semua yang kubutuhkan

Allah yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk kita




(AM)

Selasa, 26 Oktober 2010

Pada Alam

CATATAN HATI:
           Pada Alam 

pada matahari aku belajar kehangatan
memberikan kehidupan dengan sinarnya
pada bulan aku belajar kelembutan
memberikan terang di kegelapan malam
pada hujan aku belajar kesejukan
memberikan kesuburan pada tanah
pada pelangi aku belajar indahnya warna
memberikan keberagaman pada hidup
pada angin aku belajar ketulusan
memberikan napas kehidupan tanpa terlihat
pada gunung aku belajar kekokohan
menjadi tiang bagi bumi
pada laut aku belajar ketegaran
memberikan rahasia kedalaman hati


pada alam aku belajar betapa besar makna ciptaanNya
pada alam aku belajar betapa Allah Maha Pencipta
menciptakan segala sesuatu dengan alasan yang baik
meski mungkin terlihat buruk di mata manusia
seperti kepompong yang mengajarkan pada kita tentang sebuah proses
merubah kita menjadi lebih baik.

ini hanyalah aku dan alam yang kulihat dengan hatiku 
dan mensyukuri segala nikmat dari Sang Pencipta.
 

dan darimu sahabat aku belajar menjadi manusia yang lebih baik 
dengan berbagi ilmu dan cinta karena ALLAH SWT.



(AM)

Minggu, 24 Oktober 2010

Meretas badai menuai hikmah

CATATAN HATI:
           Meretas badai menuai hikmah


Hidup tak selamanya indah, itu adalah sebuah kepastian. Karena hidup adalah perjuangan, dan Tuhan memberikan manusia akal pikiran agar bisa berfikir untuk menyelesaikan masalahnya, semakin memahami arti hidup maka, hidup akan mudah dalam genggamanmu. Sebuah pengalaman adalah harta yang berharga untuk menjalani kehidupan kita selanjutnya, kepahitan hanyalah sebuah cara agar kita tahu rasanya manis, rasa sakit adalah proses agar kita bisa menikmati sehat, mensyukuri dan menjaganya.

"Di dunia yang pusparagam ini tiap manusia mengeluh bagai serunai. Kerinduan akan sahabat yang mau mengerti telah membuat diri merana, hingga menyenandungkan lagu yang menyayat hati. Daratan, lautan, gunung serta pepohonan, semua diam membisu, juga langit, surya dan rembulan. Jauh di lazuardi biru sana bintangbintang memang tidak terbilang, tapi masing-masing lebih kesepian dari yang lainnya, bagai kita yang tiada daya dan bergalau di kolong langit ini."

Ada saatnya kita menemukan sebuah kenyataan yang tidak bisa ditolak, sebuah takdir yang telah tertulis di Lauh Mahfuz, apakah mungkin untuk kita menggugatnya pada Tuhan? atau mempertanyakan kenapa mesti aku? Sebuah kesia-siaan yang hanya membuat kita malu di depanNya. Dirimu tidak pernah kekurangan karena memang tak ada satu pun di dunia ini yang milik kita, semua adalah titipan, semua adalah cara Tuhan menilai sejauh mana kita bisa bersyukur dan ikhlas.

"Aku ini fana, maka karuniai aku baka
 Aku ini tanah maka karuniai aku langit
 Kaulah Cahaya yang abadi
 dan kami, para lelatu api
 hanya berwujud sesaat
 dan itupun saat Kau pinjamkannya!"



(AM)





 

Sabtu, 23 Oktober 2010

Rahasia hati sang rembulan

daundaun telah melukiskan cinta
rumput tak lagi menyebarkan syair hidup
bahkan debu tak mengerti
kenapa jejakjejak itu selalu di situ
pohon pun gagal memahami hembusan angin


kukirim pesan lewat kata dan mata berbunga
menelusuri lantunan dinding jiwa
membuka rahasia rembulan dan cerita sinarnya
dapatkah kau tangkap biasnya di jelujur hati
sebelum sang fajar menyembunyikan di cakrawala pagi

sendiri,
menyendiri bersama perih
menarikan irama kesunyian di langit malam
bercerita pada hujan
tentang airmata dan tawa
karena rembulan hanya ingin berkata:
"hatiku bukan batu ataupun salju"
(...hanya masih menunggu)



(AM)

Jumat, 22 Oktober 2010

Biarkan ku kembali






aku menepi
pada sebongkah batu
menahan panas dan dingin
tahuntahun
pengembaraan
pencarian akanMu
terlalu jauh ku melangkah
hingga gelas kehidupan
beranjak kosong
kini
ku kembali pulang
ke tempat selama ini sebenarnya
diriMu berada
: hatiku….









(AM)

Rabu, 20 Oktober 2010

Tentang Cinta Dan Sayang

Catatan Hati:
                   Tentang Cinta Dan Sayang


"Cinta mengubah kepahitan menjadi manis
 tanah dan tembaga menjadi emas
 yang keruh menjadi jernih
 si pesakitan menjadi sembuh
 penjara menjadi taman
 derita menjadi nikmat"
 kekerasan menjadi kasih sayang
(Jalaludin Rumi)

“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu… Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada…”  (Sapardi Djoko Damono)

“Cinta itu laksana air pancuran yang digunakan roh pengantin sebagai siraman ke dalam roh orang-orang yg kuat, membuat mereka bangkit dalam doa di antara bintang-bintang di malam hari dan senandung pujian di depan matahari di siang hari.’  (Khalil Gibran)

"Maka cintaku sayang, kucoba menjabat tanganmu
Mendekap wajahmu yang asing, meraih bibirmu di baalik rupa
Kau terlompat dari ranjang, lari ke tingkap yang
Masih mengandung kabut, dan kau lihat di sana"
(Chairil Anwar)


"Aku mencintaiMu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diriMu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingatMu
Cinta karena diriMu, adalah keadaanMu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
BagiMu pujian untuk semua itu"
(Rabiatul Al Adawiyah)

Masih banyak lagi sajaksajak cinta yang telah tercipta dari penapena emas para penyair, entahlah tema cinta sepertinya tidak pernah habis jadi inspirasi para pencipta kata-kata indah di bumi ini dari jaman ke jaman.

Apa sebenarnya cinta itu?


pertanyaan itu sering muncul di benak saat seseorang bertanya apakah kau cinta aku?
I LOVE YOU, ICH LIEBE DICH, SARANGHE,  TI AMO, WO AI NI, AISHITERU, AKU CINTA KAMU, berbagai macam ungkapan cinta yang juga tidak bisa menjelaskan apa arti cinta itu sebenarnya. Dan apa perbedaannya dengan sayang, bukankah mereka sama-sama sebuah rasa dari wujud manusiawi?

Seorang sahabat pernah berkata, cinta dan sayang adalah rasa yang sama dengan unsur yang berbeda, Cinta sebentuk rasa kepada ketiadaan yang ada, lahir tanpa bentuk, tanpa wujud sebuah keyakinan akan sebuah rasa, wujud rasa pada Sang Pemilik Cinta.
Sedangkan sayang adalah rasa memiliki, wujud yang ada pada nyata, keinginan menyimpan dan menjaganya, lebih luas cakupannya, seperti sayang pada sesama, sayang pada binatang, sayang pada kekasih, sayang pada benda-benda yang kita dapatkan dengan keringat sendiri, sayang pada diri sendiri.
Entah benar atau salah yang jelas cinta tidak akan habis digali dan di jadikan inspirasi bagi karya-karya indah manusia, karena Tuhan memang memberikan cinta itu untuk manusia agar mereka lebih mencari tahu dan mengenal apa itu cinta dari sumbernya secara langsung yaitu Pencipta cinta itu sendiri, Allah yang Maha memiliki cinta.

Maka jika kau bertanya apakah aku mencintaimu?
Maafkan aku sayang cintaku cuma satu dan hanya untuk yang Satu
Biarkan aku menyayangimu
karena aku ingin merasakan wujudmu dalam dekapanku
...bukankah itu sudah cukup bagimu?


"pada embun yang mengejar matahari
 kutitip lantunan tentang cinta untuk-mu
 hanya pada yang satu"

 (AM)

Selasa, 19 Oktober 2010

Hitam



bercakap-cakap dengan gerak hujan
ku renungi daun-daun basah
pada pohonan yang selalu mengaduh
gerimis mengalir sepanjang nafas



kulabuhkan wajah yang gelisah
pada runcing bukit dan semak
  mendakimu, seperti memanjati lereng sepi
ku masuki kegelapan
dengan abjad-abjad yang buram
tapaki jejak lusuh 
dan mengoyak malam

berdiri, menapaki batu karang 
dari gelombang ke gelombang ku terhempas
alirkan airmata ke penjuru waktu dan sepi
lautan bangkit kearahku
liarkan ombak dan cadas batu karang

antara tangis dan senyum
lantunan deru hujan membanjiri mimpi
tak kulihat lagi jalan panjang
karena mataku terendam 
sepanjang banjir itu

namun,
jalan hitam ini 
masih kutanam  bunga
selalu kuciumi cinta
sekali lagi kupanggil nama-mu 
bersama bianglala dan airmata  
menguras asa ku





(AM) 

Senin, 18 Oktober 2010

Memahami mu




aku ingin memaknaimu 
dengan cinta dan airmata
beribu syair telah aku tafsirkan
tak ada yang sampai kepadamu
pada diam nyala lilin 
kubayangkan, ketenangan
hingga lelah matahari menunggu 
pada langkahmu, 
yang kutemukan hanya kabut 
dan lilin padam


masih memaknaimu
matahari memelukmu
ketika sinar menutupi mata
aku tak tahu, 
kenapa, pada jendela tidurmu
tertuang gairah cinta?
ingin kumasuki segenap tidur dan mimpimu
namun, selimut jiwamu menutup rapat semua pintu 

masih berusaha memaknaimu
bagaimana ku labuhkan
bisikbisik daunan di hatimu
sebab, mawar yang merekah di wajahmu
tak lagi bicara tentang bunga
namun sayap-sayap rindu takkan lepas
hanya karena patah

lalu, bagaimana ku harus memahamimu
dengan hujan dan hembusan angin?

(memahami seseorang tidaklah semudah membaca sebuah buku)



(AM)