Engkau
masih terdiam, menyusuri jalan-jalan di depan dengan matamu. Anak-anak rambutmu
menari bersama angin yang menyeruak masuk dari kaca mobil yang sengaja kau
buka. Tepat 1460 hari, 5 jam, 48 menit, 45,1814 detik kita telah merangkai
sebuah kenangan dalam ingatan. Dan kita merayakannya dalam diam, dengan seribu
tanya yang terus berkecamuk dalam hatiku, “Masihkah
kau ingat tentang cinta?Tentang kita? Tentang Aku?”
Musim
berganti terlalu cepat, secepat kenangan yang berguguran dalam ingatan. Empat
tahun yang lalu kita dipertemukan takdir. Seribu alasan membuatku terikat
padamu, setiap gerak tubuhmu adalah cinta bahkan diammu pun membuatku rindu.
Seperti saat ini, diammu membuatku menunggu dalam kecemasan, “Masih adakah yang tertinggal dalam
kenangan?”
Hujan
membawa kenangan luruh ke pangkuan. Setahun yang lalu di tempat yang sama, kita
terdiam menyambut luka. Kau terus menatap wajahku dengan embun di matamu.
Senyummu menghilang ditelan awan kelabu yang menggelayut manja di pundakmu.
“Apa
yang kau lihat sayang?” tanyaku memecah kebekuan.
“Wajahmu,
aku ingin melukisnya dalam ingatan. Aku tak ingin melupakanmu,” jawabmu dengan
suara tertahan.
“Aku
akan menjadi ingatan yang mengingatkanmu saat kau terlupa, sayang.”
Tanganku
menggenggam erat jemarimu yang dingin. Badanmu bergetar saat airmata luruh
bagai musim penghujan yang datang tiba-tiba. Isakmu tenggelam dalam pelukan.
Kita merayakan musim cinta dengan airmata.
Kau
masih cantik meski terlihat dingin dalam kediaman yang beku. Matamu masih lurus
ke depan hanya sesekali melirik ke arahku dengan tatapan penuh tanya. Tak ada
lagi pelukan hangat, kecupan-kecupan mesra dan ciuman-ciuman liar yang membuat
tubuh kita diselimuti peluh. Tak ada lagi suara manjamu memanggil namaku saat
pendakian cinta kita telah mencapai puncaknya. Saat ini, tubuh kita hanya
sedepa namun terpisah jarak ribuan tahun cahaya dalam ingatan.
Mataku
mulai basah. Genangan-genangan rindu di pelupuk tak lagi mampu kutahan. Semua mengalir
deras, membasahi pipi yang dulu selalu kau kecup dengan penuh kehangatan.
“Mengapa
ada hujan di matamu?”
“Karena
aku rindu. Merindukan senyummu yang berpelangi.”
Dan kau pun tersenyum. Tubuhku tersentak,
seakan terbangun dari mimpi buruk yang panjang. Baru saja tadi aku melihatmu
tersenyum penuh cinta. Cinta yang serupa pertama jumpa. Lalu waktu, seakan
berhenti bergerak dalam sesaat. “Ingatlah
aku sayang, ingatlah aku, sekali lagi saja.”
Hanya
sekejap, bunga-bunga tidurku mendadak lenyap. Kau menatapku dengan penuh
kebingungan. Seakan seribu pertanyaan menyerbu benakmu. Raut wajahmu
menyiratkan kecemasan, hingga akhirnya kau bertanya,
“Maaf,
siapa tadi namamu?”
Kosong,
hanya desah yang lirih dan nyaris tenggelam dalam kesunyian yang bisa kujawab. Baru
satu tahun yang lalu kita menangisi vonis dokter. Rupanya, Alzheimer sialan itu telah menyapu bersih tiap sudut-sudut ruang ingatanmu
hingga tak lagi tersisa satupun kenangan. Meninggalkan diriku tanpa sebuah kata
ataupun ciuman perpisahan.
Gerimis
tak pernah habis membasuh jalan-jalan luka yang kita tinggalkan. Lampu-lampu
jalan terlewati satu persatu hingga cahayanya redup ditelan jarak. Kenangan
yang terserak di jalan ini takkan lagi mampu mengembalikan kita, meski dalam
angan. Dan aku, hanya akan menjadi ingatan yang terlupakan.
(AM)
#30HariLagukuBercerita
Terinspirasi dari lagu Adele-Don't You Remember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar