SELAMAT MENYELAMI HATI

Rebah,rapuh,terbang,apung, apa saja...

kuingin segala itu hadir dan tidak sia-sia,

seperti hadirnya kita tanpa sua.



SELAMAT MENYELAMI HATI

Selasa, 04 September 2012

Yes baby, love is blind



Di dada kirimu saja bukan yang kanan. Bukan untukku bersandar, tapi untuk kurapatkan telinga. Aku ingin mendengar degup jantungmu. Sungguh, aku enggan menjauh, dari hati di balik dada itu.

Kata-kata itu berulang kali bermain di kepalaku. Sepotong kalimat kau hembuskan bersama hela napasmu yang sangat berjarak. Suaramu berbisik, mengelitik imaji untuk menari. Bagaikan mantra yang menyeruak, merasuk ke dalam dada, lalu kau menjadi candu yang  membuatku rindu.

Saat langit melukiskan cinta pada senja, kita bercinta dengan kata-kata. Mencumbui jiwa tanpa sua, hanya lewat suara yang kuyakini berasal dari surga. Dan kurasa aku mulai gila Karena, pada kamar sempit tempat biasa kubersembunyi bersama kesunyian, menjadi penuh sesak dalam kegaduhan. Kau isi tiap sudut-sudut  ruang ini dengan parasmu yang ku ukir tanpa batas. “Ah, apakah ini pertanda bahwa cinta mulai meretas?”

Menerjemahkanmu bagai menemukan dunia yang baru, dunia yang selama ini kuhindari. Aku mulai ketakutan. Keberanianku berlarian, tapi aku tak menemukan jalan untuk melarikan diri dari pelukan hangat jiwamu. Kau seperti mempunyai kompas untuk mencari dan menuntunku kembali.

********

“Apakah mungkin kita saling mencinta?” tanyaku, di suatu malam merah jambu.

“Kenapa tidak?”

“Kita belum pernah bertemu, kau belum melihatku begitupun aku.”

“Apakah kau takut perasaanmu berubah saat kau melihatku?”

“Tidak, aku justru takut kau yang berubah saat melihatku.”

Dan kau malah tertawa. Tawamu yang renyah makin membuatku resah. Hatiku enggan terluka. Telah banyak duka yang kulewati hingga aku jadi pengecut dalam cinta.

“Apakah kau takut terluka?” tanyamu tiba-tiba seakan membaca apa yang kurasa.

“Aku hanya tak ingin kau kecewa.”

“Kenapa?”

“Karena Aku tidak sempurna.”

Dan kau terdiam cukup lama. Membuatku makin menderita dalam praduga. Sekejap, rasanya aku ingin merengkuhmu lewat hela udara sebelum pena hati ini terpatah tanpa sempat meyeka peluh merindu. Tapi tidak, aku hanya menunggu, hingga suaramu kembali bergema di telingaku.

“Apa kau menginginkan aku yang sempurna?” tanyamu dengan suara yang sedikit berbeda.

“Tidak, tentu saja tidak!”

“Lalu, untuk apa kau jadi sempurna jika akupun tidak?”

Kali ini aku terdiam. Kupandangi paras yang memantul dari cermin di hadapanku. Tak ada yang berubah tetap sama. Hanya ibuku yang mengatakan aku tampan yang lain memandangku mengerikan bahkan cermin pun berkata demikian. Aku bahkan tak berani memandang matahari apalagi memandangmu. Aku takut kau kecewa lalu meninggalkanku dalam luka. “Maaf jika aku jadi pengecut. Ketika hadirmu menghiasi sepi malam, jiwa ini belum jua merasa pantas.” Aku memilih lari dan bersembunyi.


********


Pada mata tertutup aku ingin melihat bukan jasad, bukan nama, namun hati di balik dadamu yang setia mendengar, berbicara pada jiwa terkasih dan ini sungguh indah.

Lagi, anak panah kata-katamu telah menembus tepat ke jantungku. Membuatku tak berdaya untuk terus bersembunyi. Sejauh mana kuberlari secepat itu pun kau menemukan jejakku untuk menarikku kembali. Aku menyerah pada cinta yang kau sebarkan lewat udara.

Lalu aku di sini. Di suatu senja yang kita janjikan bersama. Bertemu untuk pertama kalinya. Membutuhkan keberanian seribu orang prajurit yang rela mati di medan perang untuk bisa berhadapan denganmu. Tak habis kuhapus gemuruh ombak dalam dadaku saat kulihat wujudmu yang selama ini hanya tercipta dalam angan.

Kau duduk diam di situ dan menunggu. Kepalamu yang sedikit menunduk membuat rambutmu tergerai dari bahu. Kau terlihat teramat indah, bahkan terlalu indah untukku. Aku jadi sedikit ragu. Keberanianku melayang pergi, ketakutanku semakin menjadi. Seribu prajurit tak lagi mampu membunuh jiwa pengecut yang menguasai diriku. Aku memilih menyerah sebelum berperang. “Ah, ternyata jatuh cinta bisa begitu menakutkan.”

Namun kau masih saja duduk di situ hingga senja beranjak pergi. Setia menanti diriku yang lebih takut patah hati dari pada mati. Kau begitu setia pada janji, pada kita. Kau jadi semakin indah teramat indah. Jiwamu memancarkan keindahan yang menarikku semakin dekat kepadamu. Hingga tanpa aku sadari aku telah berdiri tepat di hadapanmu.

“Rara? Dirimu Rara bukan?” sapaku terbata.

“Maaf, aku telah membuatmu menunggu,” lanjutku.

Kau sedikit tersentak dengan sapaku yang tiba-tiba. Namun kau masih saja menunduk. Tubuhmu sedikit gemetar, sepertinya kau sama gugupnya dengan diriku. Aku jadi khawatir kau akan berlari saat melihatku. Tiba-tiba kau berdiri, lalu mengulurkan tanganmu.

“Hai Faisal, aku Rara dan aku buta, tapi aku punya cinta,” sapamu tiba-tiba yang mengejutkanku.

“Apakah kau kecewa karena ternyata aku tidak sempurna?”

Tanyamu membangunkanku dari keterpanaan yang membuatku sempat terpaku diam tanpa kata. Aku tersadar, seharusnya itu jadi pertanyaan yang kutanyakan padamu juga. Kecemasanku lalu menguap, karena kutahu kau takkan berubah. Cinta memang telah dikirim untukku langsung dari surga.

“Ahh..Ajaib, bagaimana Tuhan menciptakan cinta diantara kita, dua orang yang tak sempurna untuk saling menyempurnakan satu sama lain.” jawabku sambil menggandeng tanganmu.

“Yes baby, coz love is blind,” ujarmu dan kita pun tertawa menyambut datangnya cinta.
  
Ketika kamu aku melebur menjadi SATU dan hanya waktu yang mungkin bisa memahami apa yang sedang terjadi. Apa yang sedang kurasa, apa yang sedang kau rasa adalah cinta yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata

(AM)

Terinspirasi dari lagu Dewa-Mistikus Cinta

 

1 komentar: