SELAMAT MENYELAMI HATI

Rebah,rapuh,terbang,apung, apa saja...

kuingin segala itu hadir dan tidak sia-sia,

seperti hadirnya kita tanpa sua.



SELAMAT MENYELAMI HATI

Jumat, 13 Januari 2012

Dag...Dig...Dug..!! ( #15HariNgeblogFF )

Entah sudah berapa kali aku mengulang ucapanku di depan cermin. Sebuah pengakuan yang mungkin akan membuatnya kaget. Aku sudah menyimpannya bertahun-tahun. Aku hanya takut, kejujuranku akan membuatnya marah dan menolakku---lalu kehilangannya. Tapi rasanya aku tak sanggup lagi menutupi semuanya. Kuputuskan untuk memberitahukannya sore ini.

Aku melihatnya sudah duduk, di tempat biasa kami menikmati teh di sore hari. Biasanya kami akan berbincang-bincang tentang banyak hal. Seperti biasa, ia terlihat cantik, dengan syal yang melingkar di leher. Rambutnya digelung kebelakang, ia terlihat anggun. Ada kelembutan yang selalu membuatku rindu akan tatapnya, namun itu juga yang membuatku terpaksa menyimpan rahasia ini. Aku takut ia berubah dan tak lagi memberikanku tatapan lembutnya itu.

Aku duduk di bangku sebelahnya. Ia menoleh dan tersenyum. Jantungku mendadak berdetak lebih kencang. Ada keraguan yang tiba-tiba melanda, aku tiba-tiba ingin mundur dan tak jadi berterus-terang kepadanya. Namun lengan halusnya telah memegang tanganku dan memberikan secangkir teh. Kugenggam erat cangkir itu---untuk meredakan kegelisahanku. Keringat dingin mulai mengalir di pelipis. Rasanya makin sulit bernapas, tapi aku berusaha untuk tetap tenang.

“Sudah waktunya,” kataku dalam hati. Sore itu begitu tenang, tapi hatiku terlalu riuh oleh kecemasan yang semakin lama semakin tak dapat lagi ditutupi. Sepertinya dia pun mulai menyadari ketidaknyamanan hatiku.

 
“Ada apa, sayang?” tanyanya lembut.

Duh, kelembutan yang membuat hatiku makin tak karuan. Membuat tubuhku makin gemetar. Aku bahkan tak mampu menatap matanya. Ku alihkan pandanganku pada taman yang ada di depanku. Bunga-bunga di depanku seolah meledek kepengecutan sikapku. Aku menarik napas dalam-dalam. Berusaha menenangkan diriku sendiri. “Yah, sekaranglah waktunya!” kataku meyakinkan hati.

Kutarik bangku mendekati tempatnya duduk. Saat ini kami sudah berhadap-hadapan. Kuberanikan diri menatap matanya---yang selama ini menemaniku dan menatapku penuh cinta dan kebanggan. Mungkin setelah ini tatapannya akan berubah. Mungkin takkan pernah sama lagi. Aku merekam tatapan mata saat ini dalam ingatan---agar bisa kukenang bila nanti menghilang. Ia tersenyum, tangan halusnya mengusap pipiku. Ada getaran haru yang membuat jantungku serasa mau mati. Bunyinya seakan terdengar dari luar, dag…dig…dug!

“Bolehkah aku bicara jujur?” tanyaku pelan, dengan suara bergetar.

“Katakan saja, sayang, kenapa mesti takut,” ucapnya tenang.

Aku menarik napas dalam-dalam. Jantungku makin kencang berdetak. Gemuruh di dadaku makin riuh. Tidak ada lagi waktu untuk melarikan diri. Inilah waktu untuk membuka semuanya. Aku mempersiapkan diri dengan segala resikonya. Dan…

“Maafkan aku ibu, anak laki-lakimu ini, jatuh cinta kepada seorang pria.” Kemudian suasana berubah sepi, dan makin senyap…




(AM)



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar